skk-migas-minta-pemerintah-revisi-target-liftingSKK Migas dibentuk berdasarkan Perpres no. 9 tahun 2013 tentang Pembentukan Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

 

 

Putusan MK itu berawal dari pengajuan Judicial Review oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas), di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jamiyatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. Para tokoh itu dibantu oleh kuasa hukum Dr Syaiful Bakhri, Umar Husin, dengan saksi ahli Dr Rizal Ramli, Dr Kurtubi dan lain-lain.[1]

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BPMIGAS dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu Frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemerintah memutuskan mengeluarkan Perpres No. 95/2012 untuk membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas), sebagai langkah pasca putusan Mahkamah Konsitusi tersebut.[3] Badan ini kemudian menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui Perpres No. 9/2013 dan mantan Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini ditunjuk sebagai Kepala SKK Migas yang pertama.

Perbedaan BP Migas Dengan SKK Migas

Menurut Rudi Rubiandini, tidak seperti BP Migas, SKK Migas memiliki dewan pengawas yang akan menilai kinerja SKK Migas. Fungsi dewan pengawas ini sama dengan fungsi komisaris dalam perusahaan dan majelis wali amanat dalam Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Komisi Pengawas SK Migas tersebut  terdiri dari Menteri ESDM, Wamen ESDM, Wamen Keuangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). SKK Migas yang berada di bawah Kementerian ESDM akan melapor langsung ke Presiden.

Perbedaan kedua adalah penggunaan kata khusus yang menunjukkan SKK Migas langsung bertanggung jawab secara institusi kepada Presiden dan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM.

Perbedaan ketiga adalah BP Migas memfokuskan kepada hal-hal teknis dan proyek mikro, sementara SKK Migas menyerahkan proyek mikro kepada kontraktor sehingga lebih rapi, fleksibel dan efisien.

FUNGSI TUGAS DAN WEWENANG SKK MIGAS

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 K/08/MEM/2012 yang kesatu, yaitu :Mengalihkan pelaksanaan tugas, fungsi dan organisasi dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi kepada Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; maka fungsi, tugas dan wewenang dari BP MIGAS selanjutnya menjadi fungsi, tugas dan wewenang  SKK MIGAS. Fungsi, tugas dan wewenang itu tercantum dalam :

Pasal 10

Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 11

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pelaksana mempunyai tugas:

•memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

•melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

•mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan persetujuan;

•memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya;

•memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

•melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; dan

•menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Pasal 12

Dalam menjalankan tugas, memiliki wewenang:

•membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS

•merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS

•mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS

•membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara

•melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu

 Perkembangan SKK Migas

Kinerja KKS Migas juga cukup baik setelah berganti nama. Realisasi investasi di sektor hulu migas terus mengalami peningkatan. Lembaga baru ini berhasil memberikan kontribusi pada penerimaan negara triliunan rupiah pada tahun 2013 lalu atau hingga sebesar US$34,9 miliar atau 104% dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 sebesar US$33,48 miliar. Penerimaan negara yang dihasilkan dari penjualan minyak dan gas bumi adalah 58% dari gross revenue.

SKK Migas juga dilaporkan berhasil meningkatkan harga jual rata-rata gas dari yang direncanakan dalam APBN-P 2012 sebesar US$8.23 per juta British Thermal Unit (MMBTU) menjadi US$10.59 per MMBTU (28,67%) melalui renegosiasi harga gas domestik, pengalihan penjualan LNG Tangguh Papua. Hal ini menjadi salah satu faktor signifikan di bawah kendali Pemerintah yang mendorong penerimaan negara melebihi target, selain harga minyak (Indonesian Crude Price/ ICP) yang mencapai US$113 per barel.

Realisasi investasi di sektor hulu migas terus mengalami peningkatan. Pada 2012 realisasi investasi sebesar US$16.1 miliar, naik dari tahun sebelumnya sebesar US$14 miliar (115%). Investasi di sektor hulu migas pada 2012 digunakan untuk membiayai kegiatan eksplorasi US$1.4 miliar, investasi kegiatan produksi dan pengembangan US$13.7 miliar dan administrasi US$1 miliar.

Rudi Rubiandini bahkan mencanangkan tahun 2013 sebagai tahun pengeboran bagi industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Pencanangan ini dimaksudkan untuk menyukseskan pencapaian target tahun 2013.

Rudi mengatakan bahwa SKK Migas melalui rapat kerja tahunan telah menyusun 104 program kerja untuk mendukung pencapaian target tahun 2013 dan tahun-tahun mendatang

Rudi mengatakan sepanjang tahun ini akan dilakukan pengeboran 258 sumur eksplorasi; 1.178 sumur development dan 1.094 sumur workover. Selain itu industri hulu migas juga berencana melakukan survey seismic 2D sepanjang 18.751 km dan seismic 3D seluas 22.298 km2.

Kasus suap SKK MIGAS

Pada hari Selasa, tanggal 13 Agustus 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini terkait dugaan penerimaan suap dari perusahaan minyak PT. Kernel Oil. Rudi ditangkap dirumahnya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan bersama seorang dari pihak perusahaan tersebut. adanya dugaan korupsi berawal dari adanya laporan masyrakat kepada KPK sebelum bulan Ramadhan. Berdasarkan laporan tersebut, penyidik KPK kemudian melakukan pengintaian terhadap pihak yang terkait laporan tersebut.

Sekitar pukul 22.00 WIB tanggal 13 Agustus 2013, Tim penyidik KPK yang sudah mengantongi rekaman penyadapan, mendatangi kediaman Rudi dan mengamankan Rudi dan seorang swasta berinisal A. Selain itu, tim penyidik KPK juga mengamankan dua petugas keamanan dan sopir Rudi. Berdasarkan keterangan dari Juru Bicara KPK, Johan Budi di Gedung KPK pada hari Rabu, 14 Agustus 2013, dari rumah mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa uang sebesar USD 400.000 yang disimpan dalam tas hitam dan motor berkapasitas besar merk BMW. Selanjutnya, Johan Budi menambhakan, setelah menangkap Rudi dan A, sekitar pukul 24.00 penyidik kemudian bergerak ke Wilayah Jakarta Barat. Penyidik KPK menangkap pihak swasta berinisial S di Tower H, Apartemen Mediterania. Kedua pihak swasta, A dab S, diduga terkait sebuah perusahaan yang bergerak dibidang migas.

Setelah penangkapan tersebut, Rudi dan Pihak Swasta tersebut menjalani pemeriksaan di KPK dan masih berstatus terperiksa. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, uang 400.000 dollar AS yang disita dalam proses tangkap tangan itu diduga merupakan pemberian yang kedua. Totalcommitment fee yang dijanjikan kepada Rudi diduga sekitar 700.000 dollar AS. Menurut Bambang, sebelumnya Rudi diduga sudah menerima 300.000 dollar AS.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana menyatakan, pihaknya akan memanggil SKK MIGAS setelah masa reses. DPR ingin meminta penjelasan seputar peristiwa penangkapan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Sedangkan Mantan Ketua Mahkamah Kosntitusi, Mahfud MD megatakan seperti dilansir Tribunnews, bahwa Rudi sebaiknya dihukum seadil-adilnya dan dihukum seberat-beratnya.

Pada tanggal 14 agustus 2013, KPK resmi menetapkan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini sebagai tersangka kasus dugaan suap. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Jakarta mengumumkan, “Keputusan pertama, forum ekspos menyetujui untuk meningkatkan tahapan proses pemeriksaan menjadi tahapan penyidikan, dan mengualifikasi tiga orang sebagai tersangka, yaitu S sebagai pemberi dan A serta R sebagai penerima”. “Keputusan kedua, forum sepakat untuk melakukan penyangkaan terhadap S, dikualifikasi diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 jo 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Dan penerima dituduh melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1”. Secara terpisah, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, Wakil Ketua SKK Migas Johanes Widjonarko akan menggantikan Rudi jika akademisi ITB itu ditetapkan sebagai tersangka. Johanes akan menjabat hingga pengganti definitif Rudi ditunjuk.

Opini Mengenai Berita Ditangkapnya Kepala SKK Migas Oleh KPK

Penangkapan Rudi Rubiandini, kepala SKK Migas oleh KPK melalui OTT atau Operasi Tangkap Tangan di kediamannya Jalan Brawijaya, Jakarta, pada Rabu 13 Agustus 2013mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, sosok Rudi Rubiandini yang juga merupakan Guru Besar Teknik Perminyakan ITB dikenal sebagai sosok idealis dengan kinerja yang baik selama menjabat menjadi kepala SKK Migas

Salah satu perbedaan antara BP Migas dengan SKK migas ialah adanya Komisi Pengawas di SKK Migas yang dikepalai oleh Menteri ESDM Jero Wacik. Komisi Pengawas tersebut sudah terbentuk bersamaan dengan SKK Migas, bertujuan untuk mengawasi dan memberikan persetujuan kebijakan strategis SKK Migas. Seharusnya, dibentuknya Komisi Pengawas SKK Migas dapat mencegah terjadinya tindakan melawan hukum di tubuh SKK Migas. Mengingat SKK Migas mengelola asset triliunan rupiah yang merupakan ‘area basah’ atau rawan terjadi kasus seperti penyuapan dan korupsi.

Evaluasi terhadap kinerja Komisi Pengawas SKK Migas sangat dibutuhkan, karena dengan tertangkap tangannya ke
pala SKK Migas yang sedang menerima suap dari oknum Kernel Oil, terbukti Komisi Pengawas SKK Migas tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Kasus ini harus diselesaikan dengan secepat-cepatnya agar jelas darimana dan kemana dana-dana yang mengalir, karena dana-dana yang mengalir itu adalah hak rakyat. begitupula mengenai migas yang mana merupakan kekayaan alam Indonesia, yang notabene merupakan hak milik bangsa Indonesia.

 Bila memang metode preventif tidak berhasil (sudah terbukti gagalnya Komisi Pengawas), maka metode represif harus dilaksanakan yakni menegakan hukum setegak-tegaknya. Seperti pepatah kuno dari leluhur bangsa pernah mengatakan, mereka yang priyai (bangsawan, dalam hal ini pejabat Negara) harus siap menerima hukuman yang lebih berat dari hukuman bagi rakyat jelata.