Corgito Ergo Sum
17 Agustus 1945, bangsa Indonesia melakukan proklamasi kemerdekaan yang menandakan awal dari lahirnya sebuah bangsa merdeka, bangsa yang memiliki kebebasan dan kedaulatan untuk menentukan nasibnya sendiri, tidak lagi berada dalam naungan bangsa asing. Tidak oleh bangsa Spanyol, tidak oleh bangsa Portugis, tidak oleh bangsa Belanda, tidak oleh bangsa Inggris, tidak oleh bangsa Jepang, tidak oleh bangsa manapun, TIDAK! Bangsa Indonesia adalah tuan di negri nya sendiri, bangsa Indonesia adalah bangsa merdeka yang bebas menentukan nasib nya, sama seperti bangsa manapun di muka bumi.
68 tahun sudah berlalu semenjak proklamasi kemerdekaan telah dikumandangkan. 68 tahun sudah roda sejarah bergulir semenjak proklamasi kemerdekaan di kumandangkan. Namun pada hari ini 17 Agustus 2013, marilah kita masing-masing bertanya pada diri sendiri ‘apakah betul bangsa Indonesia sudah membuka dan melewati pintu kemerdekaan, yakni sebuah pintu yang mengantarkan bangsa Indonesia ke sebuah ruangan yang bernama kesejahteraan umat manusia?’. Hari ini, penulis akan mengajak para pembaca, khususnya mahasiswa, untuk kembali mengingat mengenai alat persatuan bangsa, sebuah alat, yang dapat pula disebut kunci dari pintu kemerdekaan, yakni nasionalisme.
Menurut penulis, siapapun yang memiliki kekuatan, memiliki tanggung jawab. Semakin besar kekuatan tersebut, maka akan semakin besar tanggung jawabnya. Mahasiswa, memiliki kekuatan besar, yaitu pengetahuan yang didapatnya di bangku perkuliahan. Tidak banyak yang dapat berkuliah. Kekuatan tersebut tidak semua orang dapat menikmati. Kekuatan yang dapat mengubah masa depan, ya, kekuatan yang teramat besar. Lalu kepada siapa kekuatan ini harus dipertanggungjawabkan? Rakyat.
Tulisan ini ditujukan terutama kepada mahasiswa. Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan pentingnya persatuan bangsa, sebab, mahasiswa memiliki andil yang sangat besar dalam persatuan bangsa. Mengapa? Ya itu tadi, mahasiswa memiliki kekuatan yang berupa pengetahuan; juga memiliki tanggung jawab, kepada rakyat. Semoga tulisan ini dapat membangkitkan kesadaran mahasiswa akan pentingnya nasionalisme, sehingga terpancing ide-ide dalam sanubari mereka untuk menumbuhkan rasa nasionalisme disekitarnya.
“Engkau hei pemuda pemudi, kerjakan lah pekerjaanmu sebaik-baiknya. Kerjakan lah sebaik-baiknya, oleh karena apa yang kau kejar saat ini ialah ilmu. Dan ilmu itu BUKANLAH untuk mu sendiri, tetapi untuk anak-cucumu, untuk Rakyat Indonesia, untuk Tanah Air Indonesia, untuk Negara Republik Indonesia. Maka saudara-saudara dan anak-anak ku sekalian, kenangkan lah akan hal ini, pengorbanan-pengorbanan kita telah berat sekali. Sebab seluruh orang-orang Indonesia yang telah terkubur didalam taman makam pahlawan, menunggu-nunggu kehadiran mu, agar engkau dapat memberikan sumbangan mu terhadap tanah air dan bangsa”
-Bung Karno
Nasionalisme!
Nasionalisme bukan suatu hal yang muncul begitu saja. Nasionalisme itu lahir dari sepasang faham yang dikawinkan, yakni kesadaran dan sejarah. Pasangan ini, yakni kesadaran dan sejarah, adalah sepasang orang tua yang melahirkan anaknya, yakni nasionalisme, serta merawat anak tersebut dari kecil hingga matinya anak tersebut. Pasangan yang unik ini, tidak saja melahirkan anak tersebut tapi juga selalu berdiri berdampingan bersama anaknya. Hingga akhir hayat anak tersebut, kedua orang tua akan selalu ada, selalu menjadi satu kesatuan dengan si anak, tidak dapat dipisahkan. Sehingga bila si anak mati, maka si orang tua akan mati. Bila orang tua mati, mati pula si anak!
Ya memang, saya tahu, keluaga yang satu ini agak aneh, tapi itulah adanya. Tanpa keluarga ini, mungkin jepang, China, Iran, India tidak akan menjadi sebuah bangsa seperti saat ini
Ah ya, perumpamaan saya yang berbentuk personifikasi mengenai nasionalisme di paragraph atas sebenarnya adalah hasil penelitian saya terhadap pemahaman bangsa yang di cetuskan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer.
Ernest Renan mengatakan bahwa bangsa lahir dari dua hal : pertama, sekumpulan manusia yang memiliki sejarah yang sama; kedua, adanya kemauan untuk hidup bersama.
Begitu pula Otto Bauer yang mengatakan hal serupa bahwa suatu bangsa dapat lahir ketika ada kemauan untuk hidup bersama.
Lalu apakah hubungan bangsa dan nasionalisme? Mari kita masuk ke pemahaman tentang Nasionalisme menurut Hans Kohn dalam bukunya Nationalism. Menurut Hans Kohn, nasionalisme pada dasarnya ialah satu perasaan yang tidak dapat dipisahan dari geopolitik, yakni sebuah perasaan dasar yang dimiliki setiap manusia sejak zaman dahulu kala, yang merupakan sebuah nalar alamiah manusia akan kecintaannya pada kampung halaman.
Dalam perkembangannya nasionalisme itu melekat pada suatu bangsa terhadap wilayah tanah airnya, namun menurut Hans Kohn, nasionalisme adalah suatu hal yang asbtrak, karena dua hal:
– pertama, suatu perasaan yang sama, dirasakan oleh jutaan orang di suatu wilayah, padahal tidak mungkin dari jutaan manusia setiap orang mengenal satu sama lain;
– kedua, dirasakan jutaan orang di sebuah wilayah yang luas, padahal belum tentu setiap orang pernah mendatangi setiap daerah yang ada di wilayah tersebut (katakanlah provinsi-provinsi yang ada di sebuah Negara).
Nasionalisme, yang abstrak itu, membentuk suatu bangsa. Nasionalisme itu dapat dikatakan pula adalah bentuk perasaan yang muncul oleh karena sekelompok orang, dalam sebuah wilayah geo-politik yang sama, mengalami nasib yang sama, sehingga sama-sama muncul sebuah kesadaran untuk berjuang bersama.
Dari paragraph diatas, dalam satu paragraph disebutkan 4 kata kunci, yakni nasionalisme, sejarah, (nasib yang sama), kesadaran, lalu bangsa. Ke empatnya adalah hal yang mirip tapi berbeda, saling berkaitan dan saling membentuk. Bila tadi dikatakan bahwa nasionalisme adalah anak dari pasangan sejarah dan kesadaran, maka, bangsa adalah sebuah ladang yang digarap dan dirawat oleh si anak yakni nasionalisme.
Ladang tersebut digarap, dirawat, diberi pupuk, bila dihinggapi hama maka sang pemilik ladang akan dengan sigap memberantasnya.
Tanpa si pemilik ladang, ladang tidak akan menghasilkan apapun, tak akan berbeda dari suatu bidang tanah liar.
Jika si pemilik ladang hilang, dan hama dating menyerang ladang, maka akan habis ladang tersebut dimakan hama!
Tanpa nasionalisme, tidak akan ada persatuan, tidak akan ada kesejahteraan suatu bangsa!
Tanpa nasionalisme, akan habis kita diperbudak bangsa asing! Nasionalisme adalah modal persatuan, modal kesejahteraan di masa depan!
Nasionalisme Bangsa Indonesia
Dalam berbagai tulisan nya dalam Dibawah Bendera Revolusi (sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan-tulisan Bung Karno) , Bung Karno menjelaskan tentang Nasionalisme bangsa Indonesia. Menurut beliau, nasionalisme kita bukanlah nasionalisme ke-barat-an, yang muncul dari kesombongan bangsa, bukanlah nasionalisme yang agresif yang sifatnya “menyerang” bangsa-bangsa lain, bukanlah nasionalisme yang lahir karena sebuah keinginan untuk merajai dunia, bukanlah suatu nasionalisme yang berorientasi pada perdanganan yang untung atau rugi.
Nasionalisme kita tidak diarahkan keluar, tapi ke dalam.
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang ke-timur-an.
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang berupa kesadaran dalam diri manusia akan sebuah cinta pada kemanusiaan, sebuah kesadaran untuk berbakti pada tanah air, kesadaran bahwa adanya pekerjaan bersama antara kita dan bangsa-bangsa lain, kesadaran bersama bahwa kita adalah “perkakasnya Tuhan”, serta kesadaran bahwa kita adalah abdi dari kaum yang sengsara. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari keselamatan umat manusia!
Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang berorientasi pada masyarakat, yaitu Sosio-Nasionalisme. Sosio-nasionalisme, atau nasionalisme masyarakat, lahir dari keadaan-keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Sosio-Nasionalisme bukanlah nasionalisme “ngelamun” atau “mengkhayal” tetapi ialah nasionalisme yang penganutnya berdiri di dalam masyarakat!
Sosio-Nasionalisme ini betujuan untuk memperbaiki keadaan-keadaan masyarakat, bertujuan untuk menolong seluruh kaum tertindas, tidak ada lagi kaum sengsara. Sosio-nasionalisme menolak tiap tindakan borjuisme, yang mana merupakan penyebab utama dari masalah masyarakat itu. Sosio-nasionalisme itu adalah nasionalisme politik DAN ekonomi, yang bertujuan untuk mencari keberesan negeri DAN rezeki.
Sosio Nasionalisme ini menuntut penganutnya untuk terus revolusioner, terus bekerja, untuk terus berusaha menumpas kemelaratan, penindasan, dan kemiskinan.
Ayo mahasiswa!
Pembaca, terutama mahasiswa.
Sadarilah bahwa bila kita perluas definisi dari ‘merdeka’ itu, maka kita belum merdeka.
Apakah merdeka itu dimana jutaan anak masih menangis kelaparan didalam rumah-rumah tak berlampu?
Apakah merdeka itu dimana jutaan laki-laki dan perempuan yang sosoknya tidak begitu berbeda dari ayah dan ibu kita tiap hari mengais tempat sampah untuk makan?
Kita ke starbucks ingin membeli segelas kopi, yang padahal kopi Toraja atau kopi Sumatra, harus merogoh kocek sebesar Rp. 50.000. Kita ingin berlibur misalnya ke Bali, harus merogoh kocek hingga belasan bahkan puluhan juta Rupiah. Bahkan ingin main di Dufan saja paling tidak untuk tiket masuknya harus mengeluarkan ratusan ribu rupiah! Sadarkah kita bahwa kita seperti tamu di Republik kita sendiri?
Merdeka kah keadaan yang demikian?
Maka, teman-teman, kemerdekaan yang diprokalmirkan pada 17 Agustus 1945 hanyalah sebuah pembuka. Revolusi kita belum selesai, masih begitu banyak yang harus diperjuangkan.
Sadarilah bahwa kita dililit oleh apa yang disebut neo-kapitalisme. Sadarkah berapa banyak hutang Negara? Setiap tahun mau tidak mau kita selalu menambah hutang. Mau bayar hutang? Bagaimana caranya jika seluruh hasil kekayaan tanah air kita di korupsi pejabat sendiri? Semenjak turunnya UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal oleh bangsa asing hingga sekarang, kita di lilit, di cengkram oleh bangsa barat. Kekayaan Tanah Air Indonesia tidak dinikmati oleh Bangsa Indonesia.
Di masa sekarang, tidak perlu lagi pedang maupun meriam untuk menjajah sebuah bangsa, saat ini penjajahan dilakukan dengan ekonomi. Mereka menertawakan kita, sesekali bergumam “hahaha Indonesia is such a beautiful doll, easy to play but a beautiful one”.
Pembaca, sebagian dari kalian akan menganggap “halah ngapain ngomongin hal-hal besar, ayo kerjain hal-hal kecil dulu. Hal-hal kecil aja belum becus dikerjakan”. Saat membicarakan nasionalisme, sebagian dari kalian akan menganggap bahwa nasionalisme adalah satu “hal yang besar” yang sulit untuk didapat.
Saya katakan, nasionalisme itu mudah didapat!
Sadarilah bahwa betapa indahnya negri Indonesia! Gunung-gunung nya yang berjejer membentang dan mengancam langit, samudra nya yang membentang berisikan segala macam kekayaan laut, tanahnya yang luar biasa kaya, hewan dan tumbuhannya, aku lupa manusia-manusia nya.
Jika engkau menyadari betapa luar biasanya negrimu, jika engkau menyadari betapa Tuhan telah mengkaruniai bangsa Indonesia sebuah tanah air yang luar biasa, maka akan muncul nasionalisme itu!
Tentunya ada banyak cara untuk mendapatkan nasionalisme itu. Tidak harus menjadi seorang kutu buku untuk menjadi seorang nasionalis, bahkan olahraga bisa mengantarkan kita pada nasionalisme! Yang penting adalah kesadaran!
Hilangkanlah segala perasaan skeptis, buang jauh-jauh! Hilangkanlah pikiran tentang “ah Indonesia, ngapain lah, percuma koruptor nya kebanyakan” atau “ah Indonesia, apa lagi yang bisa diolah, udah habis semua kekayaan alam kita” atau “ah Indonesia, buat apa sih mikirin orang-orang yang bahkan ga peduli sama saya” atau “ah Indonesia, mau kayak Inggris atau Amerika? Mimpi!” jangan, mohon jangan!
Mereka yang tidak mendapatkan pendidikan tinggi, wajar merasa seperti itu. Tapi, kita mahasiswa? TIDAK! Kalau kita generasi penerus bangsa ini sudah putus asa, lalu siapa lagi yang akan melakukan perjuangan?
Kalau kita putus asa dan berjuang, lalu bagaimana nasib anak-cucu dan saudara-saudara kita nanti?
Kalau mau hidup harus makan; makanan didapat dari hasil pekerjaan; tidak bekerja maka tidak makan; bila tidak makan, pasti mati! Itulah undang-undangnya dunia!
Bilamana suatu waktu keadaan dunia berubah menjadi lebih kejam, dengan keadaan hutang negara kita yang tidak berubah misalnya, maka seluruh rakyat Indonesia, seluruhnya, ya Anda dan Saya, akan merasakan dampak yang bahkan tidak mau saya bayangkan.
Maka mahasiswa, kita sebagai agent of change, harus membawa perubahan. Kita harus membawa persatuan. Tanpa persatuan, pasti kita akan binasa! Nasionalisme adalah salah satu cara untuk mendapatkan persatuan.
Janganlah kita sampai terjangkit penyakit individualisme. Janganlah kita menerima begitu saja mentah-mentah politik pembodohan yang dilakukan ‘mereka.
Mari kita mulai. Mari kita mulai revolusi kita.
Sebab kita tidak bernegara untuk satu windu saja, tapi beribu-ribu windu lamanya!
Nasib Indonesia ada pada kita, Mahasiswa!
Demi anda,
demi saya,
demi orang tua kita,
demi mereka yang mengenal kita,
demi mereka yang tidak mengenal kita namun membutuhkan kita,
demi Bangsa dan Tanah Air Indonesia
Merdeka!
Kama Sukarno
Kepala Biro
Kajian Kebijakan Publik dan Kampus
4,415 Comments