Corgito Ergo Sum

28 Oktober 1928 pemuda dari berbagai daerah dari berbagai wilayah di Indonesia melakukan sebuah ikrar yang dimanakan “Sumpah Pemuda”. Bunyi dari Sumpah Pemuda adalah demikian :

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia


Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia


Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia

 

Landasan Filosofis Sumpah Pemuda

Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr.Soenario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga[1]. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin[2]

Dalam pidato nya di muka kerapatan pemuda-pemuda Indonesia di kota Jakarta (27-28 Oktober 1928, Mr. Moh Yamin mengemukakan bahwa Hari Sumpah Pemuda sebagai hari lahirnya Bangsa Indonesia. Mengapa? Berikut pemaparan berdasarkan analisis saya dari pendapat-pendapat Mr.Moh Yamin dalam Pidato nya pada 28 Oktober 1928[3] :

  1. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, putera dan puteri Indonesia dari berbagai perkumpulan di seluruh tanah air berkumpul dalam suatu kongres. Ini membuktikan sudah munculnya kesadaran untuk bersatu sebagai suatu bangsa.
  2. Kesadaran untuk bersatu sebagai sebuah bangsa ini terutama lahir karena perasaan atas nasib yang sama, nasib terjajah oleh bangsa asing. Hal ini sejalan dengan pengertian bangsa modern menurut Prof. Ernest Renan dalam bukunya “Qu ‘est ce qu’une nation? (apakah bangsa itu)”. Menurut beliau bangsa adalah suatu hasil historis yang ditimbulkan oleh suatu deretan kejadian yang semua menuju ke satu arah.

Bukankah perjuangan seluruh penghuni nusantara selama lebih dari 200 tahun[4] pada akhirnya menuju pada suatu arah? Yakni menuju pada sebuah persamaan nasib? Menuju pada sebuah penuntutan hak paling dasar dari seluruh umat manusia, yakni kemerdekaan?

Dimulai dari muncul nya cita-cita dan kesadaran untuk menjadi suatu bangsa, dan di murnikan dalam sebuah sumpah, yakni sumpah pemuda, semenjak itu lah bangsa Indonesia lahir.

Menurut Prof. DR. C.F.G. Sunaryati Hartono, S.H.[5], bahwa sumpah pemuda dapat dianggap sebagai ‘contract social’, bahkan suatu kesepakatan politik antara berbagai golongan muda (jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, dsb) dari seluruh kepulauan Indonesiauntuk membentuk suatu bangsa, bangsa Indonesia. Menurut beliau pula, bahwa istilah ‘bangsa’ dalam kata majemuk ‘bangsa Indonesia’ dipakai dalam arti kata politik, dan tidak dalam arti genealogis ataupun budaya. Karena itu pluralitas atau kebhinekaan bangsa Indonesia merupakan ciri penting yang senantiasa akan mewarnai bangsa kita. Dipihak lain, kebhinekaan itu senantiasa bergabung dan terika dalam satu kesatuan, sehingga Bhinneka Tunggal Ika sesantiasa harus menjadi pedoman bangsa Indonesia.

Tepatlah bila Moh.Yamin mengatakan bahwa hari Sumpah Pemuda adalah hari lahirnya Bangsa Indonesia.

Tantangan Pemuda 85 Tahun Silam dan saat ini

85 tahun silam semangat para pemuda adalah kemerdekaan. Orientasi perjuangannya hanya pada cara bagaimana bangsa Indonesia dapat menjadi sebuah bangsa yang merdeka. Sumpah pemuda tidak hanya mengobarkan hati para pemuda, tapi juga segenap penghuni nusantara yang selanjutnya disebut Bangsa Indonesia. Hanya ada satu tantangan, yakni _mengusir penjajah.

Saat ini sudah tidak ada bangsa manapun, secara de jure, yang menduduki Indonesia. Bangsa Indonesia sudah diakui dunia, bangsa Indonesia hidup di tanah air Indonesia, bangsa Indonesia berbahasa Indonesia. Maka, bukankah sumpah pemuda sudah tergenapi? Bukankah api dari sumpah pemuda telah padam, menyisakan abu dalam sejarah? Pemuda saat ini, sudah tidak lagi terhubung dengan semangat pemuda 85 tahun silam yang mengikrarkan sumpah suci mereka?

Tidak!

Bila kita kembali ke konsep dasar bagaimana bangsa Indonesia terbentuk, bangsa Indonesia terbentuk karena adanya kesamaan nasib, kesamaan sejarah. Kesamaan rasa akan kesengsaraan hidup sebagai manusia yang kemerdekaannya dijajah. Hal ini melahirkan sebuah kesadaran untuk membentuk sebuah bangsa. Ke-sa-da-ran.

Itulah krisis yang dialami pemuda Indonesia saat ini, yakni kesadaran. Kesadaran akan berbangsa.

Keadaan saat ini, pengaruh pengaruh liberalisme sudah mulai tertanam dalam sanubari pemuda pemudi, sehingga menciptakan cetakan-cetakan pemuda pemudi yang individualistis. Padahal, sifat dari kebangsaan kita adalah kekeluargaan, dimana kesadaran untuk berbangsa yang muncul 85 tahun silam adalah kesadaran yang lahir dari suatu keadaan kolektif akan nasib terjajah yang sama.

Individualisme membutakan mereka. Individualisme membodohi mereka, mengekang mereka dalam zona nyaman mereka, tidak menyadari bahwa masih banyak saudaranya sesame bangsa yang belum ‘merdeka’.

Bagaimana mungkin dikatakan merdeka bila seseorang masih tidur tanpa lampu dalam sebuah gubuk yang dingin dengan pola makan sehari dua kali? Itulah yang dulu diperjuangkan oleh para pemuda! Cita-cita mereka adalah memerdekakan tiap tiap bangsa dari keadaan yang demikian!

Bila saat ini mayoritas bangsa Indonesia masih hidup dalam keterpurukan, lalu bagaimana mungkin para pemuda, ya para pemuda yang memiliki pikiran cemerlang dan semangat berkobar, dapat diam saja dalam zona nyaman nya?

Semangat Sumpah Pemuda

Pembaca, memang banyak pemuda pemudi yang aktif berjuang dalam membela bangsa, tentunya dengan cara yang berbeda-beda. Namun banyak juga pemuda pemudi yang terjebang dalam zona nyaman yang individualistis. Pertanyaannya, anda yang membaca tulisan ini, pemuda pemudi seperti apa anda?

Api yang berkobar dalam Sumpah Pemuda tahun 1928 belum padam. api tersebut masih harus berkobar sebab 68 tahun kemerdekaan belum memerdekakan seluruh bangsa Indonesia. Bila pembaca pergi ke pelosok-pelosok kota, masih banyak orang yang mengais tempat sampah untuk mencari makan. Melihat hal demikian, seharusnya bila pembaca adalah manusia, maka hati anda akan tergerak untuk melakukan sesuatu.

Individualisme memang bukan suatu hal yang salah. Individualisme yang ada pada bangsa-bangsa di Negri yang sudah makmur dan sejahtera tidak akan menjadi persoalan. Tapi Individualisme di dalam Negri yang keadaannya masih jauh dari makmur dan sejahtera hanya akan menimbulkan ‘si kaya makin kaya, si miskin makin miskin’. Angkatlah kembali sosio-nasionalisme yang di cita-citakan para founding fathers, yaitu nasionalisme yang kaki nya menjejak di tengah-tengah rakyat. Nasionalisme yang bermasyarakat. Nasionalisme yang berperikemanusiaan, atau bila mengutip Mahatma Gandhi yang berkata my nationalism is humanity.

Ada banyak hal, ada banyak cara, yang dapat dilakukan pemuda pemudi untuk melakukan hal-hal yang berguna bagi bangsa dan tanah air. Menurut hasil survey ada kurang lebih 100.000.000 penduduk Indonesia yang berumur 15-39 tahun, dimana dikatakan oleh salah satu ahli bahwa 2% dari penduduk usia muda Indonesia dapat dikategorikan jenius[6]. Itu artinya ada kurang lebih 2.000.000 pemuda pemudi! Bayangkan bila semuanya bersatu dalam semangat sosio-nasionalisme, semangat yang membangun bangsa dan Negara!

Oleh karena itu penulis katakan, jangan menyerah. Jangan berputus asa pada negrimu. Negrimu belum habis masa nya, negri mu masih memiliki harapan cerah untuk memiliki masa depan yang brilian!

Kalau mau hidup harus makan; mau makan harus bekerja; tidak bekerja tidak makan; tidak makan pasti mati!; inilah undang-undang nya dunia![7]

Marilah kita bekerja bekerja dan bekerja. Kerjakanlah apa yang bisa engkau lakukan sebagai seorang pemuda/i! Semua yang engkau kerjakan sebaik-baiknya, akan membangun negri ini.

Bila suatu hari engkau ditanya “HEY PEMUDA PEMUDI INDONESIA, BERAPA JUMLAHMU??” jawablah! “KAMI – HANYA – SATU !”[8]

Untuk Tuhan.

Untuk anda,

Untuk saya,

Untuk orang tua kita,

Untuk mereka yang mengenal kita,

Untuk mereka yang tidak mengenal kita namun membutuhkan kita,

Untuk Bangsa dan Tanah Air Indonesia!

Kama Sukarno

Kepala Biro Kajian Kebijakan Kampus dan Publik

Badan Eksekutif Mahasiswa FH UNPAD

[1] Sugondo Djojopusito: Ke Arah Kongres Pemuda II, Media Muda Tahun I No. 6 & 7, halaman 9-11

[2] Secarik Kertas untuk Indonesia, Majalah Tempo, 27 Oktober 2008

[3] Dilansir dari salah satu esai di dalam buku Purna Bakti Prof.Mr. Soenario (tokoh yang terlibat langsung dalam sumpah pemuda) yang berjudul Sumpah Pemuda sebagai Hari Lahir Bangsa Indonesia.

[4] Saya menolak menggunakan istilah “200 tahun dijajah”, sebab faktanya bangsa kita ‘selama 200 tahun melawan penjajah”. Dua istilah dengan makna yang berbeda

[5] Dikutip dari esai yang berjudul Relevansi Semangat Kebangsaan bagi Indonesia di Abad Ke-21, dalam buku purnabakti 70 tahun Prof.Soenario

[6] Kompas 28 Oktober 2013

[7] Cuplikan Pidato 17 agustus 1953 Presiden Soekarno

[8] Cuplikan Pidato Bung Karno memperingati hari sumpah pemuda tahun 1963